Kamis, 26 Januari 2012

Dance With My Father


With the greatest Daddy on Earth













Luther Vandross, Richard N Marx

Back when I was a child
Before life removed all the innocence
My father would lift me high
And dance with my mother and me
And then
Spin me around 'till I fell asleep
Then up the stairs he would carry me
And I knew for sure
I was loved

If I could get another chance
Another walk
Another dance with him
I'd play a song that would never ever end
How I'd love love love
To dance with my father again

When I and my mother
Would disagree
To get my way I would run
From her to him
He'd make me laugh just to comfort me
yeah yeah
Then finally make me do
Just what my mama said
Later that night when I was asleep
He left a dollar under my sheet
Never dreamed that he
Would be gone from me

If I could steal one final glance
When final step
One final dance with him
I'd play a song that would never ever end
Cause I'd love love love to
Dance with my father again

Sometimes I'd listen outside her door
And I'd hear how mama would cry for him
I'd pray for her even more than me
I'd pray for her even more than me

I know I'm praying for much to much
But could you send her
The only man she loved
I know you don't do it usually
But Dear Lord
She's dying to dance with my father again

Every night I fall asleep
And this is all I ever dream


Lagu ini mengingatkan aku akan sosok papa yang selalu membawa kenangan di dalam hidupku. Aku bahkan selalu teringat papa setiap mendengarkan lagu ini. 


Papa telah meninggal dunia di usianya yang ke-65 ketika aku masih kuliah pada tahun 2005 silam.  Sepanjang hidupnya, papa tidak pernah dekat dengan keluarga. Papa selalu sibuk dengan pekerjaannnya dari pagi hingga sore hari. Biasanya pada malam hari Papa sudah lelah dan lebih suka menghabiskan waktunya sendiri.

Aku tidak memiliki relasi yang akrab dengan Papa, tidak pernah bermanja2 atau cerita2 dengannya, meski begitu aku suka teringat ketika kecil sering bermain tebak gambar dengannya. Papa memiliki talenta menggambar, sehingga kami sering menggunakan sisi belakang kalendar dinding yang besar untuk bermain tebak gambar. Seru sekali jika mengenang hal itu.

Papa juga selalu sabar menemani aku ketika masih kecil yang setiap malam takut kalau harus ke WC sendirian, beliau biasa menunggu aku di depan WC sampai aku selesai. 

Aku paling ingat ketika kecil sering sulit tidur, aku pasti membangunkan papa dan bilang : "Pa, aku ga bisa bobo". Papa dengan sabarnya bilang .. pelan2 pasti bisa bobo, terus aku dipeluk dan tertidurlah aku ^^ rasanya nyaman sekali..

Ketika aku menginjak SMU, Papa tiba-tiba terserang stroke ringan, pembuluh darahnya tersumbat, tidak dapat berjalan dan harus dirawat di rumah sakit hampir sebulan lamanya. Setelah keluar dari rumah sakit, kondisi Papa tidak pernah menjadi lebih baik. Tubuhnya menjadi sangat kurus dan sulit untuk berjalan normal kembali.

Sejak itu sepertinya Papa menganggap dirinya menjadi beban bagi kami sekeluarga. Papa yang dahulu begitu gagah, selalu berpenampilan rapih dan tidak pernah sakit kini tampak begitu rapuh sekali. Perubahan juga nampak pada emosinya yang menjadi labil. Papa jadi mudah marah dan tersinggung.

Selepas dari serangan stroke itu, Papa beberapa kali kembali masuk ke rumah sakit.  Salah satunya karena kadar gulanya yang tinggi sehingga setiap hari Papa harus disuntik insulin beberapa kali. Aku satu-satunya yang dipercaya Papa untuk menyuntik. Papa mengatakan senang jika aku yang menyuntiknya karena tidak terasa sakit. Papa bahkan sering menunggui aku hingga pulang sekolah untuk disuntik.

Papa seringkali  menceritakan kepada setiap orang bahwa dia bangga terhadapku yang telaten merawatnya ketika sakit. Suatu ungkapan yang menyatakan penghargaannya terhadap apa yang sudah aku lakukan.

Papa jarang sekali memuji, namun semenjak Papa sakit, kalimat penghargaan dan kebanggannya kepadaku seringkali meluncur dari mulutnya.

Ketika aku kuliah, Papa kembali dirawat di rumah sakit untuk ke-4 kalinya. Saat itu kondisinya sangat buruk karena pernah terjatuh sehingga tulang pinggulnya patah dan tidak bisa bangun sama sekali dari ranjang. Setelah berkali-kali dirawat di rumah sakit dan pasca operasi tulang akhirnya dokter menyarankan agar Papa dibawa pulang saja untuk dirawat di rumah.

Selama dirawat di rumah, aku jadi semakin dekat dengannya. Apalagi saat itu Mama sibuk menggantikan Papa untuk bekerja sehingga aku jadi sering berada di rumah Kedekatanku dengan Papa terus bertumbuh di sisa-sisa akhir masa hidupnya.

Papa orang yang sangat tertutup dan sulit mengekspresikan perasaan. Namun, pada suatu kesempatan, Papa yang tidak bisa bangun dari ranjangnya pernah mengatakan kepadaku: “Papa sayang Novi", suatu kalimat yang selalu aku rindukan dan harapkan untuk didengar. 

Papa yang hanya bisa tidur di ranjang sering memanggil namaku. Kadang Papa memanggil hanya untuk minta ditemani atau sekedar minta minum karena haus.  Saat itu yang ada di pikiranku adalah ini Papa yang sudah berjuang begitu keras sepanjang hidupnya untuk kami sekeluarga. Kini Papa hanya terbaring dan tidak bisa berbuat banyak. Papa yang tidak pandai mengkomunikasikan perasaanya namun  ternyata sebenarnya sangat mengasihi kami keluarganya.

Akhirnya kondisi Papa semakin buruk, aku ingat saat itu aku sedang berjuang menghadapi ujian tengah semester yang kebetulan tidak mudah. Sepanjang malam Papa terus merintih kesakitan. Aku berusaha untuk tetap fokus belajar dan tidak begitu menghiraukan Papa. Sangat  disayangkan ternyata sebenarnya itu adalah malam terakhir yang bisa aku lewatkan bersamanya, karena di  pagi harinya Papa meninggalkanku untuk selama-lamanya.

Di saat-saat akhir sisa hidup Papa, mesipun hubungan kami menjadi dekat namun aku tidak pernah sekalipun mengatakan aku mengasihinya. Seandainya Papa dapat mendengarkan ku saat ini aku ingin mengatakan : “Novi juga sangat sayang Papa. Saat kebersamaan kita di sisa akhir hidup Papa adalah saat terindah dalam hidupku yang tidak dapat tergantikan dengan apapun juga.”

Beautiful in White

Shane Filan

Not sure if you know this
But when we first met
I got so nervous
I couldn't speak
In that very moment I found the one and
My life had found it's missing piece

So as long as I live I love you
Will heaven hold you
You look so beautiful in white
And from now to my very last breath
This day I'll cherish
You look so beautiful in white
Tonight

What we have is timeless
My love is endless
And with this scream I say to the world
You're my every reason
You're all that I believe in
with all my heart I mean every word

So as long as I live I love you
will heaven hold you
You look so beautiful in white
And from now to my very last breath
This day I'll cherish
You look so beautiful in white
Tonight

Oooooh oh
Na na na na na
So beautiful in white
Tonight

And if our daughter's what our future holds
I hope she has you're eyes
finds love like you and I did

Yeah, I wish she falls in love
and I will let her go

I'll walk her down the aisle
She'll look so beautiful in white.....

You look so beautiful
In white
 
So as long as I live I love you
will heaven hold you
You look so beautiful in white
And from now to my very last breath
This day I'll cherish
You look so beautiful in white
Tonight

"You look so beautiful in white tonight"

Selasa, 24 Januari 2012

Hidup Dengan Orang Yang Sulit

Tidak semua orang beruntung mengalami kehidupan yang tenang. Ada banyak kali, di dalam keluarga kita sendiri, kita harus berhadapan dengan orang-orang yang sulit. Orang sulit tidak melulu dengan mereka yang luka batin-walaupun harus diakui luka batin memegang peranan yang cukup besar dalam katagori orang sulit ini, banyak juga kasus seperti sakit-penyakit, karakter yang keras, harus dihadapi oleh banyak dari kita.

Tak jarang, kita dibuat bingung. Suatu hal yang biasa, mengapa harus dihadapi dengan reaksi yang sedemikian kerasnya bagi orang-orang tertentu. Tidak ada orang yang seragam, semua orang adalah unik, cara berpikir dan bereaksi pun berbeda tergantung pada banyak hal: pendidikan, cara dia dibesarkan di keluarga, dan banyak hal lainnya. Tentu saja, hidup dengan mereka yang perfeksionis, cerewet, mau menang sendiri, tak pernah mau tahu perasaan orang lain, maunya dimengerti tapi tak pernah mau mengerti, keras-mengganggap diri selalu benar dan orang lain salah, bukanlah hal yang mudah. Tetapi, mau tidak mau, tetap saja terjadi di sekitar kita, bukan? Rasanya jarang kedua pihak orangtua sifatnya sama: kalem. Kalau satu kalem, satunya lagi kemungkinan lebih cerewet. Satu keras, satu lagi lembut. Biasanya variasi yang begini yang membuat perkawinan bertahan lama.

Menjadi bagian dari keluarga berarti mau menerima baik dan buruknya seseorang. Interaksi yang begitu banyak antar anggota keluarga, mau tidak mau menjadikan kita mungkin akan lebih banyak adu argumentasi sekaligus banyak terluka oleh omongan salah satu di antara kita. Inginnya semua lancar dan indah. Tetapi tak jarang, banyak kejadian nyata membuktikan: orangtua dan anak bertengkar, suami-istri saling mendiamkan, antar saudara rebutan harta, dan sebagainya. Tidak mudah memang menjembatani seluruh permasalahan yang ada dan melihatnya dengan lapang dada. Terkadang, luka lama yang belum sembuh kembali dihantam oleh luka-luka baru yang menambah kepedihan yang mendalam. Untuk itulah, diperlukan kemampuan untuk mengampuni satu-sama lain secara terus-menerus. Kalau perlu setiap hari, kita mendoakan agar kita mampu memaafkan orang-orang yang menyakiti kita, terutama keluarga terdekat kita. Karena mereka paling banyak menyakiti kita sekaligus kita pun bisa jadi orang yang paling banyak menyakiti mereka. Pengampunan tidak bisa terjadi tanpa campur tangan Tuhan. Karena pengampunan yang dimiliki manusia amatlah terbatas. Dengan menyertakan Kasih Tuhan, semoga kita diberi kekuatan baru untuk melangkah di dalam cinta. Dalam seluruh kesakitan, kesesakan, dendam, kebencian, kita mencari-Nya. Menyerahkan semua rasa itu, lalu percaya, Tuhan akan memberikan tetesan kasih dan pengampunan- Nya yang baru. Yang akan memampukan kita mengasihi kembali keluarga yang begitu kita sayangi, yang mungkin juga sekaligus begitu menyakitkan hati.

Di akhir tulisan ini, ingin saya tuangkan pemikiran bagaimana sebaiknya jika kita harus hidup dengan orang yang sulit dalam keluarga?

Untuk hidup dengan orang yang sulit, hendaknya kita melibatkan Tuhan dan menempatkan Dia di atas segala permasalahan yang ada. Hendaknya kita hidup dalam kasih Tuhan. Terus mendoakan diri mereka, juga berdoa mohon kekuatan dan kesabaran untuk menanggung semuanya. Bukan kebetulan jika mereka ditempatkan di sekeliling kita, menjadi keluarga kita. Tuhan pastinya ingin mengajarkan sesuatu di balik itu semua. Setidaknya mengajarkan kesabaran menghadapi Mama yang cerewet, Papa yang mau menang sendiri, Istri yang maunya hanya dimengerti tapi tak pernah mau mengerti, anak yang manja dan kurang mau dengar nasihat orang tua….  Mereka tetaplah keluarga yang sudah diperkenankan Tuhan masuk ke dalam kehidupan kita.

Untuk hidup dengan orang sulit, hendaknya kita berdamai dengan diri sendiri juga. Terkadang, sudah memilih pasangan hidup yang dikira baik, tak tahunya ternyata orang yang sulit. Sesal kemudian membawa tindakan menyalah-nyalahkan diri sendiri.Keadaan tidak damai dalam diri, rasanya sulit juga untuk berdamai dengan sekitar. Perdamaian dan pengampunan dengan diri sendiri juga hendaknya dilakukan senantiasa. Membawa semua rasa bersalah, menuding-nuding diri sendiri, untuk kemudian belajar mengampuni diri. Seringkali rahmat Tuhan sulit turun, karena kita sendiri yang menghalangi. Karena kita masih merasa bersalah dan tidak mau menerima diri. Dia Maha Pengasih dan Penyayang, asal kita mau memperbaiki diri dan bertobat, selalu ada jalan untuk kembali.

Untuk hidup dengan orang sulit, hendaknya kita mau belajar mengerti, bukan melulu maunya dimengerti. Setiap orang maunya dimengerti, jarang mau mengerti. Semoga kita menjadi pribadi yang semakin hari semakin mau memahami, bukan melulu dipahami.

Untuk hidup dengan orang yang sulit, hendaknya kita mau memberikan telinga yang mau mendengarkan. Banyak kali, kedua belah pihak hanya berbicara terus, tanpa pernah mau mendengarkan keinginan pihak lainnya. Semoga dengan demikian, semakin banyak konflik yang terselesaikan. Dan perdamaian, bukan hanya istilah manis, tetapi sungguh dapat dirasakan.

Untuk hidup dengan orang sulit, kita harus meluangkan banyak waktu untuk bersabar dan mengendalikan diri. Tidak terbawa emosi. Apalagi mereka yang tengah sakit dan mengalami permasalahan kejiwaan akibat stres. Ini mungkin saat-saat tersulit dalam kehidupan orang yang kita kasihi. Ada baiknya berusaha menempatkan diri pada posisi mereka dan melihat dalam cinta Tuhan.

Untuk hidup dengan orang sulit, kita perlu meningkatkan kemampuan kita dalam berkomunikasi dan berelasi. Rasanya mudah menghabiskan berjam-jam dengan teman akrab kita, tetapi dengan keluarga yang menyebalkan rasanya ingin lari dan menjauh saja. Semoga kita disadarkan bahwa waktu kita adalah singkat. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi bahkan dalam satu detik ke depan. Tinggallah dalam perdamaian, sehingga tiada sesal saat anggota keluarga kita harus menghadap Yang Kuasa.

Semoga kita sendiri menjadi orang yang lebih baik dalam hal kesabaran, pengampunan dan kasih. Semoga kita bukan menjadi orang yang sulit bagi sekitar kita. Sulit dalam arti penuh dendam, kebencian, dan menyusahkan keluarga saja. Berpegang dan bersandar kepada Tuhan dalam doa. Mohon kekuatan, sambil terus membenahi diri. Kalau bukan dari diri dan keluarga, harus dari siapa? Bagaimana mau bicara soal perdamaian dunia, kalau perdamaian dalam diri dan keluarga saja sulit tercipta?

Tentunya, semua berawal dari sebuah keputusan untuk menerima anggota keluarga yang sulit itu juga. Dan secara berproses-bukan instan- perlahan tetapi pasti menjadi pribadi yang mau melihat, mengerti, dan memahami secara lebih objektif. Bukan karena rasa tidak suka, lalu memutuskan untuk tidak lagi peduli. Mereka adalah bagian hidup kita juga.

Akhirnya, tiada yang mustahil di dalam Tuhan. Tetapi, apakah kita juga mau bekerja sama dengan-Nya? Atau kita menempatkan keangkuhan terlalu tinggi untuk menegur, dendam terlanjur melilit kuat-kuat dan mencegah kita untuk menyapa? Pilihannya ada di tangan kita.

Di awal tahun ini, adalah baik juga bila kita memulainya dengan sebuah resolusi: meningkatkan hubungan yang lebih baik dengan keluarga kita. Bukan dengan sahabat di jejaring sosial, bukan dengan sobat semasa sekolah yang kembali akrab karena chatting dan reunian, tetapi dengan keluarga kita sendiri. Mari, sama-sama kita belajar untuk berdamai dan lebih mengasihi keluarga kita sendiri.

Source : Milis PP(Powered Personality)