Jumat, 27 April 2012

Aku Percaya ...

Dituliskan pertama kali : January 2012

Ketika saya membaca pertanyaan dari salah seorang saudari Katolik di situs www.katolisitas.org,
Saya merasakan adanya kerinduan dan dorongan untuk mensharingkan pengalaman rohani saya yang saya harap dapat menjadi kesaksian akan iman saya selama ini :) 
Saya merasa apa yang dialami saudari tersebut hampir sama dengan yg saya alami dan saya berharap kesaksian ini juga bisa memberikan peneguhan bagi orang lain yang membutuhkan :


Matthew 7:7-8

“Ask and it will be given to you; seek and you will find; knock and the door will be opened to you. For everyone who asks receives; the one who seeks finds; and to the one who knocks, the door will be opened."


(sumber tanya jawab : http://katolisitas.org/)
 
Shalom Pengasuh Katolisitas
Saya ada beberapa pertanyaan yang akhir2 ini sering menyebabkan saya berselisih pendapat dgn keluarga saya :
1. Salahkah jika seorang Katolik tidak beriman kpd Bunda Maria ? Saya slm hampir 27 th hidup saya hanya waktu ketika ikut Legio Maria saja, saya berdoa rosario (itupun krn memang aturannya spt itu, dan saya ikut Legio Maria krn diajak teman dan saya suka kegiatan di sana, tp tidak menyebabkan saya beriman kepada Maria). Keluarga saya adl Katolik yg taat sudah turun temurun dan saat baru2 ini mereka mengetahui hal itu, mereka mengatakan saya aneh dan seolah2 di luar jalur. Menurut Tante saya yg terutama adl Doa Salam Maria, krn doa Salam Maria sdh mencakup doa kepada Bapa Putera Dan Roh Kudus. Doa kepada Maria ini sampai saat ini msh sulit saya jalani (tdk pernah), krn memang tdk saya imani, sejak kecil sampai saat ini saya langsung berdoa pada Bapa & Yesus, saya merasakan hadirat-Nya dan saya pun ditolong (slalu ada pertolongan Tuhan dlm hidup saya, tanpa berdoa salam Maria).
2. Ada satu hal yg membuat saya tidak mengerti, saya selalu merasa bosan saat mengikuti Perayaan Ekaristi pdhl saya sangat menyadari akan sengsara & wafat Yesus utk menebus dosa manusia. Bahkan setiap hari saya menyadari hal itu, selalu teringat hal itu membuat saya lbh mampu mengendalikan diri dlm kehidupan sehari2. Tapi kenapa saya selalu bosan dan hampa saat Perayaan Ekaristi ? Justru saya merasa sukacita dan merasakan hadirat Allah saat saya mengikuti Persekutuan Doa yg diadakan seusai Misa. Saya merasa benar2 berada di sekeliling orang yg mau dekat dgn Tuhan, saya merasakan benar2 berada di antara saudara2 rohani dlm Kristus. Apakah hal ini dikarenakan ruang Gereja yg terlalu besar & umat yg terlalu banyak saat Perayaan Ekaristi sehingga umat2 saling cuek, paling hanya saling memberi salam & senyum satu sama lain saat Natal atau Paskah? Sedangkan di Persekutuan doa paling banyak yang hadir 20-30 org dan semua yg hadir walau tidak slalu saling kenal tapi berlaku seperti layaknya saudara2 seiman dlm Kristus.
Mohon pencerahannya, jd saya jg dapat introspeksi iman & diri saya dan dpt mulai membangun kerinduan akan Perayaan Ekaristi.

Terima Kasih.

Jawaban :



Terima kasih atas pertanyaannya tentang Bunda Maria dan Ekaristi. Kalau seorang Katolik tidak berdoa bersama dengan Bunda Maria dia dapat saja masuk ke Sorga – kalau dia tidak menentang ajaran-ajaran tentang Bunda Maria dan tetap mempunyai kerendahan hati. Namun, di satu sisi, umat Katolik yang tidak mau dekat dengan Bunda Maria sebenarnya rugi sendiri. Hal ini sama seperti kita tidak mau dekat dengan pastor atau suster yang terkenal suci, seperti St. Padre Pio atau yang terberkati Paus Yohanes Paulus II, yang terberkati Bunda Teresa dari Kalkuta. Padahal kita tahu kalau kita dekat dengan mereka, maka kalau kita minta mereka mendoakan kita, mereka akan benar-benar mendoakan kita. Dan karena kita percaya bahwa doa orang benar adalah besar kuasanya (lih. Yak 5:16; Ams 15:29), maka kita mau agar orang-orang benar dapat menemani perjalanan kehidupan spiritualitas kita. Nah, tidak ada orang yang lebih benar daripada Bunda Maria – tentu saja terkecuali Yesus sendiri. Kalau Bunda Maria dipandang baik sebagai Bunda Allah, maka siapakah kita yang tidak mau menerima Bunda Maria sebagai ibu kita. Perjalanan kehidupan spiritualitas kita akan menjadi lebih indah dengan Allah Trinitas, Bunda Maria dan semua orang kudus ada bersama dengan kita. Dan hal ini telah dibuktikan dalam kehidupan para kudus di sepanjang sejarah Gereja.
Bapa kami adalah doa yang paling sempurna, seperti yang telah dijabarkan dalam artikel ini – silakan klik. Kita juga melihat dalam Misa doa Bapa Kami dipanjatkan namun tidak ada doa Salam Maria. Meskipun demikian, doa Salam Maria adalah doa yang sungguh Alkitabiah, dan lebih Alkitabiah daripada semua doa-doa spontan yang kita panjatkan. Anda dapat melihatnya dalam tiga artikel dan tanya jawab ini – klik ini, silakan klik dan ini juga. Jadi, kita harus menyadari bahwa kedekatan kita dengan Bunda Maria bukanlah untuk menggantikan Yesus. Yesus menginginkan agar kita menerima Maria sebagai ibu kita (lih. Yoh 19:27) dan membiarkannya untuk tinggal di hati kita dan kita juga dititipkan oleh Yesus kepada perlindungan Maria (lih. Yoh 19:26). Dan dalam kapasitasnya sebagai ibu, maka Maria tidak akan membiarkan kita semua hanya datang kepadanya, namun dengan keibuannya, dia akan menuntun kita untuk lebih dekat dan mengasihi Puteranya, Yesus. Jadi, biarlah kita membuka hati kita dan mengundang Maria untuk menjadi ibu kita, sehingga kita akan semakin mengasihi Yesus.
Bentuk doa dan penyembahan yang tertinggi adalah dalam Sakramen Ekaristi, karena Yesus menginginkan agar Dia dikenang dengan cara itu, di mana dalam perayaan Ekaristi, misteri Paskah Kristus dihadirkan kembali. Dalam perayaan Ekaristi terkandung keseluruhan Kristus, karena Kristus hadir secara nyata – tubuh, darah, jiwa dan ke-Allahan. Silakan membaca beberapa artikel tentang Ekaristi di sini – silakan klik. Kalau kita merasa bosan dalam menghadiri Ekaristi, maka sudah seharusnya kita minta kepada Tuhan agar Dia memberikan kita hati yang baru agar kita dapat semakin mengasihi Ekaristi. Di sisi yang lain, kita harus melakukan bagian kita, yaitu agar semakin memperdalam pengertian kita akan Ekaristi. Kalau kita semakin tahu tentang makna Ekaristi, maka kita akan semakin mengasihi Ekaristi. Kita juga jangan terjebak pada paradigma bahwa seolah-olah iman adalah masalah perasaan. Anda dapat membaca tentang topik ini di sini – silakan klik. Yang perlu disadari adalah persekutuan doa tidak dapat menggantikan Ekaristi. Seharusnya, semakin kita bertumbuh dalam spiritualitas tertentu – baik karismatik, doa meditasi, brevier, dll – hati kita akan semakin mengasihi dan terarah pada Ekaristi, karena Ekaristi adalah sumber dan puncak kehidupan kristiani. Demikian jawaban yang dapat saya berikan dan semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org




-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kesaksian iman-ku :

Pada tahun 2005 saya bergabung dalam pelayanan Legio Maria di paroki saya. Saya sangat senang sekali dengan berbagai pelayanan yang bisa dilakukan bersama teman2 di presidium Legio Maria. Saya senang karena di sana saya merasakan bentuk pelayanan langsung bagi orang yang papa miskin, terbuang, sakit, dll, dst ..

Namun, saya tidak sedikit pun merasakan dekat dengan Bunda Maria. Meskipun setiap minggu, kami pasti berdoa rosario dan menjadikan Bunda Maria teladan di dalam pelayanan2 yg kami lakukan. Singkat kata saya terus melakukan pelayanan di Legio Maria namun tidak membuat saya merasakan dekat dengan Bunda Maria.

Pada tahun 2007, saya dikenalkan dan diajak oleh teman kantor ke Persekutuan Doa yg tepat berada di sebelah kantor saya. Pertama kali ke sana saya tidak tertarik alias biasa saja. Menurut para pelayan/hamba Tuhan di sana, PD tersebut terbuka bagi denominasi gereja mana pun termasuk Katholik, bahkan menurut mereka tidak menutup kemungkinan mereka mengundang Romo untuk membawakan Firman Tuhan. Karena penjelasan tersebut, saya merasa aman dan jadi sering ke sana. 

Setelah satu tahun saya rutin mengikuti PD yang diadakan setiap Jumat siang tersebut, tapi saya tidak pernah melihat ada Romo yg membawakan. Dalam hati saya, ya sudahlah selama pengajarannya tidak menyimpang atau sesat. Toh kebetulan saya juga sangat senang sekali membaca Alkitab dan renungan harian sedari SMP. 

Dari PD tersebut saya merasa banyak sekali pelajaran2 tentang Firman Tuhan yang selama itu belum pernah saya terima dari gereja Katholik (setidaknya saya merasa begitu saat itu). Lambat laun saya jadi jatuh cinta dengan PD tersebut. Saya merasakan siraman rohani yang luar biasa setiap kali selesai PD baik melalui lagu2nya yang menyentuh hati, sharing Kitab Suci dan kotbah dari Hamba Tuhan nya sungguh sering kali saya rasakan menjawab doa2 serta meneguhkan saya. Kalau disingkat sepertinya saya jatuh cinta dengan Tuhan Yesus kembali saat itu. Saya jadi tambah rajin dan giat membaca Alkitab, haus untuk mencari tahu segala hal tentang apa yang tertulis di Alkitab.

Sejak saya dibaptis katolik tahun 1997 (saya baptis dewasa) saya memang baru belajar tentang agama katolik sejak katekumen. Itu pun hanya masuk kiri keluar kanan alias tidak ada yang benar2 saya hayati pengajarannya. Saya memilih untuk dibaptis Katholik karena setiap saat Mama saya mengajak saya ziarah goa Maria ke mana2.. dimanapun kami ziarah kami diterima oleh gereja Katholik setempat dan bisa misa bersama umat katholik lainnya. Hal itu lah yang sering menggetarkan hati saya. Saya merasa luar biasa sekali agama Katholik ini, dimanapun saya berada gereja nya selalu terbuka dan kami bisa berdoa di dalamnya bahkan misa bersama umat lainnya .. Persatuan dan persekutuan yg luar biasa menurut saya, karena itu lah saya memilih dibaptis Katholik meskipun lingkungan saya sejak lahir didominasi oleh agama Kristen.

Dengan bekal motif yang sederhana (namun sesungguhnya luar biasa) tersebut serta minimnya pengetahuan tentang Gereja Katholik, saya menjadi orang yg selalu haus mau belajar tentang agama Katholik. Saya banyak membeli buku2 tentang orang kudus, buku2 rohani, dll dst yang saya lihat bagus di Toko Buku tanpa memandang itu keluaran resmi gereja Katholik atau bukan. Karena itu lah saya merasa mendapat jawaban Tuhan atas kehausan saya tersebut di Persekutuan Doa tersebut.

Setelah satu tahun (2007-2008) saya aktif mengikuti PD tersebut, saya akhirnya mengenal seorang Hamba Tuhan di PD tersebut yang memiliki karunia profetik (bisa mendengar suara Tuhan langsung). Pendeta ini banyak kali mendoakan orang2 yg menghadiri PD tersebut. (Saya rasa mirip sekali metode nya dengan Romo Yohanes yang ada di Cikangere) Dan Pendeta ini sudah sering sekali membantu saya di dalam segala pergumulan saya saat itu. Mungkin tidak bisa disebutkan satu per satu saking banyaknya ia membantu saya. Tentu saja membantu yg positif seperti mendoakan, memberikan nasihat dan lain2. Saya merasa pendeta ini kok bisa tahu persis apa yg saya alami dan dia bilang itu karena Tuhan sendiri yg menyampaikan nya kepada dia karena itu setiap kali mendoakan saya , dia selalu bisa menyampaikan kata2 yg pas untuk meneguhkan saya.

Singkat kata, setelah 1 tahun lebih saya mengenal pendeta tersebut dan semakin aktif mengikuti PD tersebut, pada suatu hari pendeta tersebut bilang ke saya ketika dia mendoakan saya :
“Astrid, Tuhan Yesus bilang kamu mendua hati. Dan Tuhan tidak suka.”
Saya bingung dan balik bertanya, “Mendua gimana Pak? Saya rasanya ga selingkuh dari pacar saya deh.”
Lalu dia jawab : “Bukan.. Tuhan Yesus mau kamu hanya berdoa kepadaNya bukan kepada yang lain juga karena itu mendukakan hati Tuhan”
Deg.. saya kaget dia bilang gitu..
Trus dia melanjutkan : “Kamu sering doa ke Maria yah? Tuhan Yesus ga suka. Udah kamu ga suka berdoa2 lagi ke Maria, ga usah sebut2 namanya lagi sedikitpun.”

Dia juga pernah menyampaikan ke saya : “Tuhan suka dengar kamu nyanyi itu talenta kembangkan saja di situ” karena kebetulan saya memang ikut koor sudah lama sampai sekarang bahkan sebelum saya gabung di Legio Maria saya ud aktif di koor.

Setelah dia berkata begitu, saya jadi bingung dan terus menerus memikirkan apakah itu benar suara Tuhan. Saya saat itu memang tidak punya komunitas katholik dan tidak punya teman katholik yg bisa membimbing saya.

Akhirnya saya berdoa dan terus berdoa mohon petunjuk Tuhan. Sampai suatu malam saya bermimpi saya menghancurkan kepala patung Bunda Maria yang ada di kapel. Setelah terbangun saya bingung dan diskusi dengan Mama saya.

Mama saat itu merasa sedih kenapa saya harus menjauhi Bunda Maria , namun Mama bilang coba kamu doakan saja lagi.

Akhirnya dengan berat hati (tidak benar2 lega saat itu), saya memutuskan untuk keluar dari Legio Maria, berhenti berdoa Salam Maria, bahkan berhenti menyebut Bunda Maria.
Saya sampai menghadap Romo Paroki saat itu karena untuk keluar dari Legio Maria ga semudah itu apalagi saya menjabat wakil Ketua presidium.
Kalimat Romo Paroki saat itu persis maknanya dengan apa yg pembimbing situs katolisitas.org  sampaikan terhadap jawaban di atas :  umat Katolik yang tidak mau dekat dengan Bunda Maria sebenarnya rugi sendiri. Hal ini sama seperti kita tidak mau dekat dengan pastor atau suster yang terkenal suci, seperti St. Padre Pio atau yang terberkati Paus Yohanes Paulus II, yang terberkati Bunda Teresa dari Kalkuta. Padahal kita tahu kalau kita dekat dengan mereka, maka kalau kita minta mereka mendoakan kita, mereka akan benar-benar mendoakan kita. Dan karena kita percaya bahwa doa orang benar adalah besar kuasanya.

Namun akhirnya saya tetap bulat tekad dan memutuskan keluar dari Legio Maria namun tetap Katholik dan tetap pelayanan di Koor sampai sekarang.
Waktu itu saya ingat saya tidak benar2 yakin akan keputusan saya. Saya tetap berdoa kepada Tuhan : Ya Tuhan jika ini memang kehendak Tuhan, semua akan berbuah baik pada akhirnya. Apa yang dari padaMu itu pasti yang bertahan. Mohon bimbinganMu Tuhan dan jangan biarkan saya tersesat.

Setelah itu saya jalani hari2 seperti biasa, tetap rutin ikut PD, tetap ekaristi, tetap koor seperti biasa.

Pada akhir tahun 2008 saya akhirnya mengenal komunitas muda katholik (CHOICE) dan mencoba menghayati nilai2 yang diajarkan di sana. Saya betul2 mendapatkan komunitas yang selama ini saya rindukan. Bisa mengenal pasutri2, teman2 sebaya dan kaum muda mudi yang seiman. Saya jadi seperti mendapat komunitas yang bisa mensharing iman yg sama. Ada begitu banyak pula kegiatan-kegiatan yang bisa menjadi wadah bagi saya dalam menghayati apa yang sebenarnya diajarkan di gereja Katholik. 

Begitu pula, saya akhirnya mengenal situs katolisitas.org ketika salah seorang teman mengirimkan link yang berisi kesaksian2. Dari sana saya semakin menyadari bahwa gereja Katholik sungguh merupakan gereja yg “kaya”.

Selama ini saya senang ikut PD dari gereja Kristen namun ternyata di Katholik pun ada banyak PD yang diadakan bahkan PD untuk Muda Mudi pun banyak.
Bukan Cuma PD, bahkan PW (Pray and Worship) pun ada.
Selama ini saya senang merenungkan firman Tuhan dan merasa hanya di PD Kristen saya bisa belajar Alkitab, tapi ternyata di Katholik pun ada.
Selama ini saya suka bingung kalau ikut gereja Kristen yg satu dengan yang lain kadang suka beda2 dalam menjawab pertanyaan saya tentang Alkitab. Tafsiran mereka akan satu perikop suka berbeda, namun di situs katolisitas.org saya menemukan banyak jawaban akan pertanyaan2 yang sering saya lontarkan selama ini dengan dasar yang bisa dipertanggung jawabkan.

Sampai akhirnya inilah titik  point dari kesaksian iman saya akan Katholik. Seperti doa saya dahulu ketika memutuskan tidak berdoa bersama Bunda Maria lagi :

“Ya Tuhan jika ini memang kehendak Tuhan, semua akan berbuah baik pada akhirnya. Apa yang dari padaMu itu pasti yang bertahan. Mohon bimbinganMu Tuhan dan jangan biarkan saya tersesat.”

Saat ini, PD yang suka saya ikuti di sebelah kantor sudah tidak ada lagi, Mereka pindah gedung di tempat yang jauh dari kantor saya sekarang.
Pendeta yang menyuruh saya berhenti berdoa dan menyebut Bunda Maria kini tidak kedengeran lagi ada di mana.
Saya pernah tanyakan ke PD tersebut katanya sudah tidak pernah muncul. Saya pernah mencoba menghubungi pun tidak ada tanggapan.

Sebaliknya dari komunitas katholik yang saya ikuti saat ini, saya semakin banyak belajar dan terus bertumbuh. Begitu pun Tuhan mengijinkan saya mengenal website yg membangun iman dan  membuat  saya  merasakan dekat dengan Bunda Maria, merasakan Bunda yang menyertai setiap pergumulan saya dan berdoa untuk saya.

Terutama karena saya sedang mempersiapkan pernikahan saya. Saya merasa kedekatan dengan Bunda Maria dan Ia mengerti apa yang menjadi pergumulan saya.
Saya semakin merasakan kehadiran Bunda Maria ketika membaca kisah pernikahan di Cana, Bunda Maria yang peka kebutuhan mempelai akan anggur.
Saya yakin Bunda pun akan selalu menyertai saya dan pasangan saat pernikahan kami nanti karena Bunda selalu peka akan kebutuhan anak-anakNya dan mendoakannya kepada Yesus.

Sungguh, Tuhan sudah menjawab doa saya pada hari itu. Apa yg dari padaNya itu pasti yang akan bertahan dan Ia tidak pernah membiarkan dombaNya tersesat melainkan memenuhinya dengan panggilan2 dan melimpahinya dengan kasih dan karunia. Yang harus kita lakukan hanyalah merespon dan menjawab panggilanNya.


Amin

Rabu, 07 Maret 2012

You are the gift from God

THE GIFT 
Jim Brickman 

Winter snow is falling down
Children laughing all around
Lights are turning on
like a fairy tale come true.

Sitting by the fire we made
You're the answer when i prayed
I would find someone
and baby I found you.

All I want is to hold you forever
All I need is you more every day
You saved my heart
from being broken apart
You gave your love away
and I'm thankful every day
for the gift.

Watching as you softly sleep
What I'd give if I could keep
Just this moment
if only time stood still.

But the colors fade away
And the years will make us grey
But baby in my eyes
You'll still be beautiful.

All I want is to hold you forever
All I need is you more every day
You saved my heart
from being broken apart
You gave your love away
And I'm thankful every day
for the gift.

Senin, 06 Februari 2012

Santa Regina - Pelindungku

RIWAYAT SANTA REGINA





Pada tahun 235 lahirlah di kota Alise Perancis, seorang anak perempuan, Regina namanya. Ibunya meninggal tidak lama setelah Regina lahir. Regina rupanya kurang sehat. Ayahnya seorang hakim yang tersohor, mencari jalan untuk menyelamatkan anaknya.
“Di desa saya tinggal seorang wanita yang mampu lagi peramah serta sehat, tuan, mungkin dia mau....”
“O, sungguh kabar baik itu,” ujar hakim itu dengan gembira memutuskan kalimat pelayannya.


Beberapa hari kemudian berangkatlah dia ke rumah wanita itu yang bernama Natalie yang mempunyai perusahaan ternak.Natalie yang pengiba dan penyayang menerima permintaan hakim itu dengan sepenuh hatinya. Maka sebulan kemudian Regina pindah ke rumah yang luas di desa yang berhawa sejuk, di pegunungan. Dan bertambah hari, Regina bertambah besar dan sehat.
Sayang jarang sekali hakim itu mengunjungi anaknya. Hingga pada akhirnya Regina tak kenal lagi akan ayahnya. Sebaliknya, hubungan Regina dengan ibu Natalie semakin erat lagi dan mesra. Natalie sungguh-sungguh mencintai anak pungutnya, seperti mencintai anak tunggalnya sendiri.


Pada suatu hari ada seorang lagi yang datang ke perusahaan ternak itu. Kini seorang imam Katolik yang sedang mengembara dari desa ke desa akan memperkenalkan penghuni desa itu dengan Kristus. Ibu Natalie menyambut kedatangan imam itu dengan penuh hormat. Disajikannya makanan yang lezat-lezat dan diperilahkannya bermalam dalam sebuah bangsal di pekarangannya yang luas itu.


“Jika sekiranya saya juga diperbolehkan mengajar pegawai perusahaan ini, maka kuterima ajakan ibu,” sahut imam.


“Tentu saja, Bapa,” seru Natalie.


“Akan saya bantu juga agar banyak orang desa turut hadir mendengarkan ajaran Bapa.”


Berkat bantuan ibu Natalie yang giat itu, pada akhir tahun, hampir seisi desa menyiapkan dirinya untuk menerima Sakramen Permandian Suci.Tapi bagaimana dengan Regina? Ibu Natalie menimbang baik buruknya. Ayahnya pasti tak akan setuju. Tetapi apa boleh buat, Regina dalam pimpinannya. Bukankah jiwa lebih berharga daripada badan? Apa gunanya kesehatan badan bila jiwa terlantar?
Ibu Natalie mengambil keputusan tegas, Regina akan dipermandikan juga bersama dia. Begitulah Regina kecil terlepas dari kedunguan anggapan sesat.... Dan sekarang sesuatu yang tak disangka-sangka muncul dengan tiba-tiba dan mengubah ketenteraman itu.


Sang surya yang baru saja mulai menaiki gelanggangnya, menjanjikan hari terang. Seisi desa yang baru saja pulang dari Misa Kudus mulai bekerja di ladang dan di rumah. Dalam pekarangan ibu Natalie pun mulai ramai oleh suara ternak. Ayam berkeok-keokan, berebut-rebutan mencocok makanan yang berserakan di tanah.


Di antaranya berdiri seorang gadis kecil berumur 8 tahun. Agaknya geli melihat ayam-ayam yang rakus itu. Sebentar-sebentar, senyum manis bermain di bibirnya. Dari sela-sela daun-daun memancar sinar matahari pagi yang menyegarkan ke atas tubuh Regina yang ramping. Rambutnya yang ikal terurai di atas punggungnya.


“Ibu, si Hitam besar ini amat rakus, bu!” seru Regina.


“Ya,  memang, perhatikan saja supaya yang lain pun dapat makan,” sahut Natalie.


Ketika itu terdengar bunyi pintu gerbang yang dibuka orang. Natalie menoleh dan tampaklah olehnya sebuah kereta terhenti di muka pintu. Seorang tuan telah memasuki pekarangannya.


“Hai, tuan Hakim, selamat datang!” seru ibu Natalie seraya mendapatkan tamunya.


“Salam dan hormatku, bu,” sahut tuan tadi.


Tapi matanya melayang ke arah gadis di bawah pohon itu. “Alangkah manisnya anak itu, seperti gambar! Itukah anakku?”
“Ya, itu Regina,” ujar Natalie dengan bangga.


Beberapa saat kemudian, Regina telah duduk di atas pangkuan ayahnya. Sedang ibu Natalie sibuk menyediakan hidangan yang layak bagi tamu agung itu.


“Saya membawa kabar baru, bu,” demikian hakim membuka percakapannya.


“O ya, apakah gerangan kabar itu?”


“Kota Alise akan berpesta, dengan mengadakan perarakan yang luar biasa ramainya. Semua puteri dari warga terkemuka akan ikut serta. Maka saya ingin supaya Regina pun tidak ketinggalan. Lagipula anak itu sudah besar dan cukup sehat. Tibalah waktunya dia harus belajar. Maka silahkan ibu menyediakan apa yang perlu, supaya Regina dapat ikut nanti.”


Ibu Natalie memucat.


“Ah Regina dijemput,” keluhnya.


Senja itu, ketika sang surya terbenam di balik bukit-bukit yang kini menyuram berwarna lembayung, ibu Natalie pun bermuram durja karena kehilangan mustika hatinya. Suasana sekeliling rumah ibu Natalie kelihatan sepi. Seakan-akan alam pun turut berdukacita dengan kepergian Regina ke kota.


Kota Alise sedang hanyut dalam kenikmatan pesta. Jalan-jalan raya yang serupa lautan bendera penuh sesak dengan orang. Mereka menantikan perarakan istimewa itu. Di muka sekali, tampak Regina berseri-seri. Tidak heran ayahnya berbesar hati menyaksikan Regina yang mendapat hadiah pertama.
Namun beberapa hari kemudian, ada upacara lain yang menggaduhkan penghuni kota itu, yaitu persembahan kepada dewa dewi yang dianggap pelindungnya. Regina pun diajak ayahnya akan menyembah berhala dewa itu.


Tetapi Regina menggelengkan kepalanya sambil berkata, “Tidak boleh ayah, meski bagaimana pun juga, aku tidak mau. Aku hanya menyembah Kristus.”


Mendengar kata-kata anaknya, hakim itu tak dapat menahan amarahnya.
Dengan suaranya yang parau, dihardiknya anak itu, “Sungguh engkau telah gila agaknya!”


Ketika itu hilang lenyap kasih sayangnya pada anaknya dan keluarlah dari mulutnya ucapan-ucapan yang pedas dan menyakitkan. Tiba-tiba diusirnya anak itu. Regina tidak berpikir panjang. Secepat kilat ia melangkahkan kakinya menuju rumah ibu Natalie.


Pucat keletihan Regina merobohkan dirinya ke dalam pelukan ibu Natalie. Kemudian sepatah demi sepatah disela oleh sedunya, diceriterakannya nasibnya yang malang itu. Mula-mula ibu Natalie terkejut, lalu iba, kemudian bergembira karena keberanian anak pungutnya.


“Kau terlepas dari bahaya yang mengancam ketenteraman sukmamu nak,” jawabnya sambil mengusap-usap kepala Regina.


“Namun kita harus mencari akal, karena tak dapat dihindarkan, ayahmu akan menuntutmu kembali. Baik jika kau diam di rumah paman saja.”


Maka, keesokan harinya setelah Regina beristirahat, berangkatlah mereka ke rumah kakak ibu Natalie, yang letaknya lebih jauh di pegunungan. Di sana Regina menggembalakan domba-domba petani yang baik hati itu. Pekerjaan itu sangat disukainya. Regina kerap kali menuju ke tempat yang tersembunyi agar dapat berdoa sepuas-puasnya. Dengan demikian, Regina hidup semurni malaikat hingga tiba waktunya diuji oleh Tuhan.


Sekali peristiwa, waktu Regina berumur 15 tahun, datanglah seorang saudagar di daerah itu. Petang itu Regina baru pulang bersama dengan domba-dombanya. Di tengah jalan Regina bertemu dengan saudagar tersebut. Terharu hati saudagar itu melihat anak petani cantik itu.


Lalu dia bertanya, “Siapakah gadis itu?”


“Anak pungut petani yang tinggal di pangkal jalan ini, tuan, tapi asalnya dari kota Alise.”


“Dari kota Alise?” seru saudagar keheranan.


“Ya, karena diusir oleh ayahnya,” begitu kata orang.


“O, ooo!” jawab saudagar.


Rupanya ia mengerti.
Kembali di kota Alise, saudagar itu singgah ke rumah walikota dan menceritakan siapa yang dijumpainya.


“Sungguh cantik gadis itu, lagipula tingkah lakunya sopan.”


Tuan walikota seperti tidak mengindahkan hal itu, tapi sebenarnya amat berharga baginya. Telah lama ia menginginkan kekayaan hakim itu. Jika sekiranya Regina mau menjadi istrinya.....


Keesokan harinya telah diutusnya seorang pesuruh lengkap berkereta akan menjemput Regina. Karena pada sangkanya hal itu adalah kehendak ayahnya, maka tak patut ditolaknya. Regina ikut juga. Betapa kecut hatinya melihat tuan walikota yang loba itu.
“Jika kau sudai menjadi istriku, niscaya ayahmu tak akan marah lagi kepadamu!” kata walikota itu kepadanya.


Regina tersenyum, tangannya berlaku seperti menolak.
“Saya telah terikat pada Yesus Kristus yang tak layak kutinggalkan.”


Tuan walikota tidak putus asa. Dicobanya menarik perhatian Regina dengan perkataan yang lemah lembut. Tapi sia-sia belaka. Kemudian, karena melihat bujukannya tak berhasil, timbul amarahnya. Regina diantarkannya kepada ayahnya yang masih menaruh dendam.


“Adili Regina bila tak mau tunduk,” titahnya.


Mata hakim bersinar-sinar melihat anaknya, dan dari mulutnya keluar kata-kata pedih yang menyakiti telinga Regina. Memang hakim itu lupa akan dirinya. Maka dipaksanya Regina menyembah berhala kepada dewa.


Namun gadis itu tetap menolak, meski secara lemah lembut. Regina insyaf, bahwa ayahnya bertindak demikian karena putus asa, malu dan tidak mengerti akan dirinya. Hakim yang tak beriman, tidak sabar lagi. Regina ditutupnya dalam sebuah sangkar besi yang dirantai ke dinding bilik penjara.


Tiga hari tiga malam, Regina meringkuk dalam sangkar besi itu tidak dapat berdiri tegak atau berbaring dengan merentangkan kakinya. Makanan dan minuman hanya roti kering dan air.


Tapi Tuhan seakan-akan memancarkan Cahaya Ilahi ke dalam penjara yang gelap itu, sehingga sebentar saja rasanya waktu yang lama itu. Ketika Regina diperbolehkan keluar akan menghadap sekali lagi, rupa Regina bertambah cantik, keindahan jiwanya yang murni itu memancar ke luar.


Sejurus ayahnya terharu. Regina dibujuknya agar mau tunduk. Ya, diberinya harapan bahwa dia akan bebas, akan diperbolehkan memenuhi hukum-hukum agamanya, asal saja dia mau bersuamikan walikota tersebut.


Mata Regina memandang kepada ayahnya, membayangkan kasih sayang. Bibirnya bergerak-gerak seperti masih enggan mengucapkan isi hatinya.


Lalu perlahan-lahan digelengkannya kepalanya sambil berkata, “Ampun ayah, sungguh saya tak sanggup. Lebih baik saya mati daripada bersuamikan seseorang yang tidak percaya akan Kristus.”


Ayahnya sangat berang karena merasa dihina dan memutuskan hukumannya.
“Pukullah gadis itu! Kemudian bawa kembali ke penjara! Di sana dia boleh mati kelaparan.”


Seketika sunyi senyap, Regina tetap tenang.


Kemudian rakyat yang mulai kasihan kepada Regina mulai berteriak, “Tunduklah nak! Ingat, kau masih muda, se.....!”


Regina menoleh ke arah rakyat itu. Dan mereka langsung diam.
Regina tersenyum sambil menjawab, “Sayang, kalian tidak mengerti maksud perbuatanku ini.”


Terhuyung-huyung kesakitan, Regina diseret-seret kembali ke penjara. Tatkala pintu tertutup, dicobanya berlutut dan berdoa.


“Oh Tuhan,” bisik Regina.
“Biarlah hamba meninggalkan dunia yang fana ini! Biarlah hamba.....”


Mata Regina terbeliak, tiba-tiba tempat yang gelap itu terliputi cahay terang cuaca. Tampak olehnya sebuah salib dan di atas salib itu hinggap seekor burung dara putih bersih serta gilang gemilang.




Suara nyaring lagi merdu terdengar, “Salam Regina! Telah tersedia bagimua pahala kekal dalam surga abadi. Kau akan bersatu dengan penghuninya dalam damai yang tak terbatas.”


Kegirangan yang luar biasa, meresap dalam kalbu Regina. Dan tiba-tiba juga, luka-luka di tubuhnya sembuh sama sekali.


Keesokan harinya, sekali lagi, Regina dipanggil menghadap hakim. Betapa herannya mereka sekalian melihat gadis itu sembuh, berkulit bersih dan cantik luar biasa.


“Ah, Regina, sungguh engkau anak kesayangan para dewa-dewa kita yang telah menyembuhkan badanmu pula. Maka patutlah bila kau bersyukur kepadanya dan menyebarkan kemenyan beberapa butir ke dalam perapiannya.”


Regina memalingkan mukanya seraya menjawab, “Bukan mereka yang tiada berwujud menyembuhkan, tetapi Tuhan. Maka relalah saya mengurbankan nyawaku untuk Dia!”
Akibatnya sekali lagi Regina didera dihadapan umum. Sambil berdoa disambutnya pukulan itu dengan sabar, seolah-olah tidak dirasakannya.


Ketika itu suara ajaib bergema pula, “Marilah, Regina, terimalah mahkotamu!”



Rakyat mulai gelisah, mulai memihak. Sebab itu pembesar mengambil keputusan. Regina dipenggal....! Akan tetapi, darahnya menyuburkan benih kepercayaan yang ditebarkannya ke dalam hati para hadirin. Mereka ingin mengetahui ajaran agama Regina.


Semua ini terjadi dalam pemerintahan Kaisa Decius. Tempat di mana Regina mencapai daun nipah, lambang kemenangan kekal yang kini terkenal sebagai “Sainte Reine” (Santa Regina), yaitu sebuah dusun di daerah Autun. Pada tahun 864, jenazah Santa Regina dipindahkan ke gereja pertapaan Flavigny. Namun biara Flavigny lebih terkenal sebagai, “Penjara Santa Regina”. Pesta martir muda ini dirayakan pada tanggal 7 September.

Santa Regina, Pelindungku, doakanlah aku selalu ..

Kamis, 26 Januari 2012

Dance With My Father


With the greatest Daddy on Earth













Luther Vandross, Richard N Marx

Back when I was a child
Before life removed all the innocence
My father would lift me high
And dance with my mother and me
And then
Spin me around 'till I fell asleep
Then up the stairs he would carry me
And I knew for sure
I was loved

If I could get another chance
Another walk
Another dance with him
I'd play a song that would never ever end
How I'd love love love
To dance with my father again

When I and my mother
Would disagree
To get my way I would run
From her to him
He'd make me laugh just to comfort me
yeah yeah
Then finally make me do
Just what my mama said
Later that night when I was asleep
He left a dollar under my sheet
Never dreamed that he
Would be gone from me

If I could steal one final glance
When final step
One final dance with him
I'd play a song that would never ever end
Cause I'd love love love to
Dance with my father again

Sometimes I'd listen outside her door
And I'd hear how mama would cry for him
I'd pray for her even more than me
I'd pray for her even more than me

I know I'm praying for much to much
But could you send her
The only man she loved
I know you don't do it usually
But Dear Lord
She's dying to dance with my father again

Every night I fall asleep
And this is all I ever dream


Lagu ini mengingatkan aku akan sosok papa yang selalu membawa kenangan di dalam hidupku. Aku bahkan selalu teringat papa setiap mendengarkan lagu ini. 


Papa telah meninggal dunia di usianya yang ke-65 ketika aku masih kuliah pada tahun 2005 silam.  Sepanjang hidupnya, papa tidak pernah dekat dengan keluarga. Papa selalu sibuk dengan pekerjaannnya dari pagi hingga sore hari. Biasanya pada malam hari Papa sudah lelah dan lebih suka menghabiskan waktunya sendiri.

Aku tidak memiliki relasi yang akrab dengan Papa, tidak pernah bermanja2 atau cerita2 dengannya, meski begitu aku suka teringat ketika kecil sering bermain tebak gambar dengannya. Papa memiliki talenta menggambar, sehingga kami sering menggunakan sisi belakang kalendar dinding yang besar untuk bermain tebak gambar. Seru sekali jika mengenang hal itu.

Papa juga selalu sabar menemani aku ketika masih kecil yang setiap malam takut kalau harus ke WC sendirian, beliau biasa menunggu aku di depan WC sampai aku selesai. 

Aku paling ingat ketika kecil sering sulit tidur, aku pasti membangunkan papa dan bilang : "Pa, aku ga bisa bobo". Papa dengan sabarnya bilang .. pelan2 pasti bisa bobo, terus aku dipeluk dan tertidurlah aku ^^ rasanya nyaman sekali..

Ketika aku menginjak SMU, Papa tiba-tiba terserang stroke ringan, pembuluh darahnya tersumbat, tidak dapat berjalan dan harus dirawat di rumah sakit hampir sebulan lamanya. Setelah keluar dari rumah sakit, kondisi Papa tidak pernah menjadi lebih baik. Tubuhnya menjadi sangat kurus dan sulit untuk berjalan normal kembali.

Sejak itu sepertinya Papa menganggap dirinya menjadi beban bagi kami sekeluarga. Papa yang dahulu begitu gagah, selalu berpenampilan rapih dan tidak pernah sakit kini tampak begitu rapuh sekali. Perubahan juga nampak pada emosinya yang menjadi labil. Papa jadi mudah marah dan tersinggung.

Selepas dari serangan stroke itu, Papa beberapa kali kembali masuk ke rumah sakit.  Salah satunya karena kadar gulanya yang tinggi sehingga setiap hari Papa harus disuntik insulin beberapa kali. Aku satu-satunya yang dipercaya Papa untuk menyuntik. Papa mengatakan senang jika aku yang menyuntiknya karena tidak terasa sakit. Papa bahkan sering menunggui aku hingga pulang sekolah untuk disuntik.

Papa seringkali  menceritakan kepada setiap orang bahwa dia bangga terhadapku yang telaten merawatnya ketika sakit. Suatu ungkapan yang menyatakan penghargaannya terhadap apa yang sudah aku lakukan.

Papa jarang sekali memuji, namun semenjak Papa sakit, kalimat penghargaan dan kebanggannya kepadaku seringkali meluncur dari mulutnya.

Ketika aku kuliah, Papa kembali dirawat di rumah sakit untuk ke-4 kalinya. Saat itu kondisinya sangat buruk karena pernah terjatuh sehingga tulang pinggulnya patah dan tidak bisa bangun sama sekali dari ranjang. Setelah berkali-kali dirawat di rumah sakit dan pasca operasi tulang akhirnya dokter menyarankan agar Papa dibawa pulang saja untuk dirawat di rumah.

Selama dirawat di rumah, aku jadi semakin dekat dengannya. Apalagi saat itu Mama sibuk menggantikan Papa untuk bekerja sehingga aku jadi sering berada di rumah Kedekatanku dengan Papa terus bertumbuh di sisa-sisa akhir masa hidupnya.

Papa orang yang sangat tertutup dan sulit mengekspresikan perasaan. Namun, pada suatu kesempatan, Papa yang tidak bisa bangun dari ranjangnya pernah mengatakan kepadaku: “Papa sayang Novi", suatu kalimat yang selalu aku rindukan dan harapkan untuk didengar. 

Papa yang hanya bisa tidur di ranjang sering memanggil namaku. Kadang Papa memanggil hanya untuk minta ditemani atau sekedar minta minum karena haus.  Saat itu yang ada di pikiranku adalah ini Papa yang sudah berjuang begitu keras sepanjang hidupnya untuk kami sekeluarga. Kini Papa hanya terbaring dan tidak bisa berbuat banyak. Papa yang tidak pandai mengkomunikasikan perasaanya namun  ternyata sebenarnya sangat mengasihi kami keluarganya.

Akhirnya kondisi Papa semakin buruk, aku ingat saat itu aku sedang berjuang menghadapi ujian tengah semester yang kebetulan tidak mudah. Sepanjang malam Papa terus merintih kesakitan. Aku berusaha untuk tetap fokus belajar dan tidak begitu menghiraukan Papa. Sangat  disayangkan ternyata sebenarnya itu adalah malam terakhir yang bisa aku lewatkan bersamanya, karena di  pagi harinya Papa meninggalkanku untuk selama-lamanya.

Di saat-saat akhir sisa hidup Papa, mesipun hubungan kami menjadi dekat namun aku tidak pernah sekalipun mengatakan aku mengasihinya. Seandainya Papa dapat mendengarkan ku saat ini aku ingin mengatakan : “Novi juga sangat sayang Papa. Saat kebersamaan kita di sisa akhir hidup Papa adalah saat terindah dalam hidupku yang tidak dapat tergantikan dengan apapun juga.”